Perubahan Paradigma Audit Intern

Audit intern merupakan suatu fungsi penilaian yang dikembangkan secara bebas dalam organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan sebagai wujud pelayanan terhadap organisasi[1](Herry, 2017). Saat ini Audit intern telah berkembang sebagai suatu profesi dengan organisasi dan perangkat professional yang semakin lengkap dan paradigma yang terus berkembang. Audit intern menghadapi perubahan paradigma dalam menjalankan perannya. Perubahan paradigma baru tersebut berkembang seiring dengan tuntutan perkembangan organisasi menuju tingkat yang lebih baik.

Paradigma adalah seperangkat asumsi, konsep, nilai dan praktik yang diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas (profesi atau organisasi) yang sama. Pada konteks audit intern, paradigma nerupakan cara pandang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhi cara berfikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif).

Audit intern pada awal keberadaanya berperan utama sebagai watchdog, namun sejak tahun 1970-an telah mengalami pergeseran menjadi konsultan. Adapun peran audit intern sebagai katalis, baru berkembang sekitar tahun 1990-an. Perubahan paradigma ini tidak berarti bahwa peran watchdog ditinggalkan, tetapi justru memperluas peran audit intern. Secara umum perubahan-perubahan paradigma auditor internal dapat digambarkan sebagai berikut :[2]

Uraian Watchdog Consultant Catalyst
Proses Audit kepatuan (compliance audit) Audit operasional Asurans (Assurance)
Fokus Adanya variasi (penyimpangan, kesalahan, atau kecurangan dan lain- lain) Penggunaan sumber daya (resources) Nilai (Values)
Impact Jangka pendek Jangka menengah Jangka panjang
Sumber : Modul Audit Intern (Pusdiklatwas BPKP, 2014)

 

  1. Peran watchdog meliputi aktivitas inspeksi, observasi, perhitungan, pengujian transaksi yang bertujuan untuk memastikan ketaatan terhadap ketentuan, peraturan, atau kebijakan yang telah ditetapkan. Audit yang dilakukan adalah audit kepatuhan (compliance audit) dan apabila dijumpai penyimpangan dapat dilakukan koreksi atas sistern pengendalian manajemen. Peran watchdog umumnya menghasilkan rekomendasi yang mempunyai dampak jangka pendek, yaitu perbaikan atas kesalahan yang sudah terjadi.
  2. Peran audit intern sebagai konsultan diharapkan dapat memberikan manfaat berupa nasihat (advice) dalam pengelolaan sumber daya (resources) organisasi, sehingga dapat membantu tugas para pimpinan di tingkat operasional. Audit yang dilakukan adalah audit operasional yaitu untuk mevakini apakah organisasi telah memanfaatkan sumber daya organisasi secara ekonomis, efisien, dan efektif, sehingga dapat dinilai apakah manajemen telah menjalankan aktivitas organisasi vang mengarah kepada tujuannya. Rekomendasi vang dibuat umumnva bersifat jangka menengah, yaitu memperbaki dan meningkatkan efektifitas dan efisiensi operasi organisasi.
  3. Peran audit intern sebagai katalis berkaitan dengan jaminan kualitas (quality assurance). Auditor diharapkan dapat membimbing manajemen dalam mengenali berbagai risiko yang mengancam pencapaian tujuan organisasi. Pemberian jasa jaminan kualitas bertujuan untuk meyakinkan bahwa aktivitas organisasi yang dijalankan, telah menghasilkan keluaran (output) yang dapat memenuhi kebutuhan penggunanya. Dalam memainkan perannya sebagai katalis, audit intern berperan sebagai fasilitator dan agen perubahan (agent of change). Dampak dari peran ini bersifat jangka panjang karena fokus katalis adalah nilai jangka panjang (long-term values) dari organisasi, terutama berkaitan dengan tujuan organisasi yang dapat memenuhi kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dan masyarakat (stakeholders).

Perubahan atas paradigma audit intern berpengaruh pada perubahan sikap auditor internal pada saat melaksanakan kegiatan audit yaitu dari watchdog ke konsultan dan katalisator. Sikap auditor berubah yaitu dari penjaga menjadi mitra bagi organisasi. Pada saat ini auditor intern sebaiknya dapat memposisikan diri sebagai konsultan yang dapat memberikan manfaat berupa nasihat (advice) dalam pengelolaan sumber daya (resources) organisasi, sehingga dapat membantu tugas para pimpinan di tingkat operasional. Selain itu, sebagai seorang konsultan auditor internal juga diharapkan dapat membimbing manajemen dalam mengenali berbagai risiko yang mengancam pencapaian tujuan organisasi.

Adapun strategi yang dapat digunakan oleh auditor intern dalam perubahan paradigm yaitu sebagai auditor internal sebaiknya memiliki strategi yang tepat dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi. Pickett (2010) yang selanjutnya diurai lebih rinci dalam Warta Pengawasan BPKP (2015) menyatakan bahwa dalam menerapkan perubahan paradigma, auditor intern harus dapat menambah fokus pekerjan, yaitu sebagai berikut :[3]

  1. Hard Control menjadi Soft Control

Selama ini auditor intern telah membina unit kerja dalam membangun “hard control”, seperti penyusunan perencanaa kinerja atau penugasan lain yang mendukung terbangunnya “hard control”. Pada saat ini, auditor intern mulai melakukan penugasan yang mendukung penerapan nilai-nilai dan etika organisasi serta integritas pegawai, terbangunnya kompetensi pegawai atau terwujudnya audit intern yang efektif. Soft control merupakan jiwa dari pengendalian internal, berupa : 1) independensi dan nilai etika, 2) komitmen kompetensi 3) tone at the top, 4) budaya kerja.

  1. Control Evaluation menjadi Self Assessment

Pendekatan yang berkembang adalah melalui control and risk self assessment. Pendekatan ini dilakukan dengan metode yang berbeda, dimana auditor intern berperan sebagai fasilitator bagi proses pembangunan secara mandiri terhadap sistem pengendalian dan pengelolaan risiko. Dengan pendekatan ini diharapkan identifikasi risiko, analisis risiko, penilaian risiko, respon risiko serta aktivitas pengendalian yang harus dibangun disusun oleh unit kerja itu sendiri, yang dipandang paling memahami dan mengerti. Dimensi untuk control evaluation adalah aktivitas pengendalian, sedangkan untuk self assessment adalah identifikasi risiko, analisis risiko, penilaian risiko, respons risiko dari pihak manajemen.

  1. Control menjadi Risk

Fungsi kontrol lebih menekankan pada tugas memastikan dan mengevaluasi ketaatan terhadap prosedur dan peraturan. Pada saat ini, risiko menjadi fokus baru bagi auditor intern, tanpa pengelolaan risiko yang optimal, tidak mungkin akan terwujud operasi organisasi yang efisien dan efektif, maka dari itu diperlukan resiko audit yang terdiri dari risiko bawaan, risiko pengendalian dan risiko deteksi.

  1. Detective menjadi Preventive

Penugasan audit intern selama ini didominasi dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat mendeteksi penyimpangan. Perubahan paradigma saat ini membawa peran audit intern yang lebih luas dan strategis pada organisasi. Audit intern tidak sekedar “watch dog”, namun sebagai konsultan dan penjamin mutu. Dengan peran dan fungsi ini, maka penugasan yang dilakukan lebih banyak yang bersifat preventif atau pencegahan. Kegiatan detektif dan preventif ini termasuk bagian dari aktivitas pengendalian. Preventif fokus kepada pencegahan terjadinya kesalahan dan hal-hal yang tidak lazim. Detektif fokus pada menemukan kesalahan dan hal-hal yang tidak lazim untuk kemudian di koreksi atau dilakukan tindakan perbaikan.

  1. Audit Knowledge menjadi Business Knowledge

Selama ini pengawas auditor harus dibekali dengan pengetahuan mengenai pengawasan (audit knowledge), selain pengawasan (audit knowledge) auditor juga perlu dibekali dengan pengetahuan tentang core business organisasi yang diperlukan untuk pertimbangan penentuan risiko dan rencana audit. Audit knowledge dibutuhkan mulai dari proses perencanaan sampai dengan pelaporan hasil audit, sedangkan business knowledge merupakan pemahaman auditor terkait usaha yang dijalankan oleh auditee.

  1. Operational Audit menjadi Strategy Audit

Audit operasional adalah prosedur yang sistematis untuk mengevaluasi efesiensi dan efektivitas kegiatan suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi, hasil akhir dari audit operasional biasanya berupa rekomendasi kepada manajemen untuk perbaikan operasi. Sedangkan, audit strategi terkait dengan reviu yang dilakukan auditor internal terhadap rencana dan strageti organisasi untuk mengidentifikasi kelemahan dan penyimpangan serta kemungkinan pengembangan keberhasilan organisasi.

  1. Independen menjadi Value

Independensi sering kali menjadi fokus dalam pelaksanaan tugas pengawsa internal selama ini. Hal ini tidak terlalu menjadi fokus perhatian lagi, karena terkait dengan perubahan tujuan keberadaan pengaws intern yang berkembang menjadi pendorong terciptanya value bagi organisasi yaitu bagaimana caranya agar pengawas intern dapat menciptakan value atau nilai bagi organisasi.

Hal lainnya yang perlu diperhatikan selain strategi yang digunakan dalam penerapan perubahan paradigma auditor internal adalah organisasi juga perlu memperhatikan faktor pendukung optimalnya perubahan peran auditor intrn antara lain kompenensi SDM (pendidikan, pelatihan dan pengalaman), sarana dan prasarana termasuk anggaran untuk kelancaran kegiatan, serta komitmen pimpinan terkait kesadaran dan kemauan untuk menerapkan pengendalian internal di lingkungannya.

 

Sumber:

[1] Hery., 2017. Auditing dan Asurans. Jakarta: Grasindo

[2] Audit Tingkat Dasar, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, 2015, 25 - 27

[3] Rahayu, Yudi, Rahayu, “Strategi Penerapan Paradigma Baru dalam Peran Auditor Internal Organisasi Pemerintah”, Journal of Applied Managerial Accounting, Vol.2 No. 2 (September, 2018), 129 - 130

 

Penulis            : Inka Gustiana

Penyunting      : Dr. Rhini Fatmasari, S.Pd., M.Sc

Inka Gustiana

Auditor pada Kantor Pengawas Internal